Sabtu, 15 September 2007

Kota Yogya Butuh 48.216 Pohon



Yogya, Bernas
Kota Yogyakarta membutuhkan sedikitnya 48.216 pohon untuk menyerap dan menjerap cemaran CO2, SOx, CxHy, kebisingan dan partikulat debu, yang saat ini telah mencapai derajat sangat mengkhawatirkan. Ke 48.216 pohon ini merupakan kebutuhan untuk menghijaukan ruang terbuka di kota Yogyakarta menjadi hutan kota.
Pakar kehutanan UGM Dr Ir Chafid Fandeli mengatakan hal itu dalam seminar Perhutanan Kota di Ruang Seminar Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM, Selasa (29/4). Seminar itu diprakarsai oleh Mapala Silvagama dan PSLH UGM.
"Potensi ruang terbuka di kota Yogyakarta yang dapat digunakan untuk hutan kota sekitar 246,68 hektar. Ini adalah potensi yang berasal dari lahan sawah, tegakan dan kebun, pekarangan, kolam, serta sempadan di ketiga sungai di Yogyakarta. Jika 246,68 hektar x 196 pohon, dengan jarak tanam 7 x 7 meter maka kebutuhan pohon untuk hutan kota mencapai 48.216 pohon," katanya.
Untuk kebutuhan hutan kota, vegetasi berupa pohon lebih diutamakan ketimbang tumbuhan semak dan perdu. Sebab, baik dari aspek sosial, ekonomi dan efektifitas, pohon lebih besar menjerap debu dan mengurangi cemaran. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan, ruang terbuka hijau di kota relatif lebih rendah kondisi parameter partikulat, kebisingan dan CO2 serta HC dibanding di beberapa kawasan lain di kota.
Namun, pemilihan jenis pohon untuk mewujudkan hutan kota di Yogyakarta harus tepat. Hal ini karena kota yang menyandang berbagai atribut ini memiliki berbagai cluster ruang.
"Pohon untuk hutan kota yang dibangun pada cluster heritage, yang biasanya memiliki pekarangan cukup luas, baik di depan, di samping maupun di belakang, sebaiknya dipilih jenis pohon asli Jawa atau yang memiliki filosofi tertentu," paparnya.
Untuk hutan kota yang dibangun pada cluster kawasan pemukiman elit sebaiknya dipilih jenis pohon yang cocok dengan brand image kalangan berstatus sosial tinggi. Sebaliknya pada kawasan pemukiman padat, yang biasanya sangat rapat dan lahan terbukanya sangat sempit, hutan kota dapat diwujudkan pada ruang terbuka milik publik. Pohon yang dipilih adalah jenis yang memiliki prospek produksi.
Pada cluster kawasan pendidikan, pohon yang dipilih adalah jenis yang dapat memberi kesejukan dan kenyamanan. Tujuannya, agar dapat menjadi lingkungan belajar yang kondusif. Jenis pohon serupa yang memiliki keunggulan dari aspek estetis juga dapat ditanam untuk hutan kota yang berada pada cluster kawasan taman dan tempat rekreasi.
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan yang paling luas untuk hutan kota. Jenis tanaman produksi dapat dibangun untuk kebutuhan hutan kota di sempadan sungai. Sedangkan pada kawasan perdagangan, yang biasanya memiliki lahan terbuka paling sempit, jenis pohon penyerap dan penjerap polutan adalah pilihan yang tepat untuk ditanam di areal parkir. Sebab, daerah ini memiliki kepadatan kendaraan paling tinggi dan cemaran udara paling besar.
"Untuk kawasan fasilitas umum, seperti pemakaman, lapangan olah raga sebenarnya berpotensi untuk hutan kota. Karena itu, jenis pohon yang ditaman sebaiknya berupa tanaman campuran yang mampu mengkonservasi flora dan fauna," paparnya.

Bergeser

Pengertian hutan kota telah mengalami perkembangan, seiring kenyataan bahwa kondisi lingkungan khususnya ruang terbuka di kota cenderung semakin sempit. Hutan kota yang semula mensyaratkan luasan tertentu, yaitu 0,25 hektar dan kompak dalam blok telah bergeser. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 disebutkan, bahwa hutan kota berada pada luasan tertentu dan kompak serta dibangun di lahan negara.
"Kenyataannya, hutan kota itu sangat dibutuhkan tidak hanya pada lahan milik negara, tetapi juga lahan masyarakat. Karena itu, hutan kota seharusnya "dimaknai" sebagai kumpulan pohon di suatu lahan dalam kota yang mampu menciptakan iklim mikro tertentu," katanya.
Artinya, seluruh ruang terbuka di kota Yogyakarta dapat dibangun hutan kota. Bahwa hutan kota dapat dibangun di seluruh ruang terbuka di pekarangan penduduk, kantor, rumah sakit, kampus, fasilitas publik, lahan publik dan kawasan perdagangan. (idt) 

dikutip : http://www.indomedia.com/bernas/052003/01/UTAMA/01uta3.htm

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda